JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Joko Widodo mengundang beberapa tokoh warga di sekitar Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, untuk
makan
siang bersama di Balaikota, Selasa (21/5/2013) siang. Di sanalah,
seluruh keluh kesah masyarakat terkait rencana relokasi ditumpahkan
kepada sang Gubernur secara langsung.
Bertempat di ruang makan
gedung Balaikota yang berukuran 5 x 3 meter persegi, warga tampak
makan satu meja melingkar dengan Gubernur dan aparat terkait, seperti
Wali Kota Jakarta Utara, camat, dan lurah. Tidak ada jarak di antara
warga dan Gubernur. Mereka tampak lahap memakan hidangan yang telah
disediakan.
Perbincangan warga dengan Gubernur dimulai usai
acara makan siang. Warga membuka dialog dengan menceritakan tentang
Waduk Pluit dari tahun ke tahun. Dahulu, Waduk Pluit masih digunakan
untuk beternak ikan bandeng. Baru sekitar tahun 1975, sisi timur Waduk
Pluit mulai dihuni oleh warga hingga turun-temurun hingga rencana
normalisasi Waduk Pluit muncul.
"Entar solusi yang paling baku gimana bagi Pak RT dan Pak RW?" tanya Jokowi kepada warga.
"Warga
sebenarnya sudah menyatu dengan lingkungan, jadi tidak mau dipindah.
Tapi, kan ada program normalisasi pemerintah, kita mau lihat dulu batas
(peta) mana yang jadi batasnya. Supaya paham kita, Pak," kata seorang
warga.
"Oh iya, nanti kalau sudah komplet semua, kita akan bincang-bincang
lagi dengan Pak RT, Pak RW ini. Nanti sama Dinas PU juga," kata Jokowi.
Lebih
jauh, mantan Wali Kota Surakarta itu mengatakan, pihaknya tengah
mengejar waktu dalam melakukan pengerukan Waduk Pluit. Ia tidak mau
menunggu hingga musim hujan depan untuk melakukan pengerukan. Pasalnya,
banjir di kawasan tersebut sudah sedemikian parah. Hal tersebut tecermin
dari musibah banjir Januari 2013 yang lalu saat area Pluit tenggelam.
Menurut
Jokowi, Waduk Pluit perlu segera dinormalisasi. Pasalnya, waduk
tersebut adalah tempat menampungnya air dari sungai besar yang mengalir
di Jakarta, misalnya Sungai Angke, Sungai Pesanggrahan, Sungai Sunter,
dan lainnya.
Di akhir makan siang, seorang warga mengucap terima
kasih kepada Gubernur atas silaturahim yang bisa dilakukannya dengan
Gubernur. "Ini hal yang luar biasa dan juga agar suara masyarakat ini
didengar pemimpinnya," ujar perwakilan warga.
Ditemui usai makan
siang, Jokowi mengaku hal tersebut merupakan strategi komunikasinya
untuk mendengar secara baik masukan warga. Meski dalam kasus Waduk Pluit
Jokowi sering bertemu warga, menurutnya, masalah belum selesai. Oleh
sebab itu, upaya dialog harus tetap dijalankan hingga programnya bisa
berjalan.
Relokasi warga di sekitar Waduk Pluit tak lepas dari
musibah banjir di Jakarta awal 2013 lalu di daerah sekitar waduk.
Setelah ditelisik, banjir disebabkan penyempitan waduk yang semula
seluas 80 hektar menyusut jadi 60 hektar lantaran banyaknya permukiman
warga sekitar.
Demi menyelesaikan masalah itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun
membangun rumah susun di Marunda dan Muara Baru, Jakarta Utara. Namun,
hanya sebagian yang bersedia pindah ke rumah susun tersebut. Oleh sebab
itulah, Jokowi memutar otak, bagaimana cara menyelesaikan masalah yang
tepat dan humanis.
Menurut pendapat saya, setiap manusia pasti memiliki yang namanya kegelisahan. Kegelisahan adalah suatu perasaan takut bila terjadi sesuatu diluar dugaan, dengan adanya kegelisahaan manusia menjadi lebih berhati-hati lagi.
Seperti contohnya pada kasus diatas, para warga waduk pluit merasa gelisah bukan hanya karena mereka akan dipindahkan ke rumah susun saja, mereka juga akan selalu gelisah karena menempati tanah negara yang bukan hak mereka. Bagaimana cara mereka membayar uang bulanan di rusun nanti, dan hal sebagainya. Jadi setiap manusia itu pasti memiliki kegelisahan mereka masing-masing.