Seorang Anak SD Usia 12 Tahun, Tusuk Temannya di Depok
JAKARTA,RIMANEWS - Kasus kejahatan yang melibatkan anak di bawah
umur semakin memprihatinkan. Seorang siswa sekolah dasar (SD) di Depok,
Jawa Barat, menusuk temannya sendiri hingga terluka parah.
Pelaku berinisial AMN, 12, siswa kelas 6 SD Negeri Cinere 1, Depok,
kesal terhadap korban, SM, lantaran meminta telepon selulernya yang
dicuri AMN dikembalikan. Kapolsek Limo, Depok, Kompol Sukardi
menuturkan, pelaku menusuk korban hingga beberapa kali di bagian perut,
tangan, paha, dan betis. “Korban hampir tewas, beruntung dia langsung
dilarikan ke rumah sakit,” ujarnya kepada wartawan kemarin.
Kejadian bermula saat SM merasa kehilangan telepon seluler di
kelasnya.Setelah beberapa hari, salah satu temannya bercerita bahwa
telepon seluler milik SM telah dicuri AMN,bahkan sudah dijual. Lantaran
tidak suka dengan ulah AMN, SM kemudian menegur siswa yang baru pindah
dari Lampung itu.Merasa dendam, AMN kemudian menyambangi rumah SM di
Jalan Haji Zailani, Limo, Depok dan mengajak korban berangkat sekolah
bersama kemarin.
Sambil berjalan, tiba-tiba, sesampainya di Perumahan Bukit Cinere
Indah,pelaku menusuk korban berkali-kali.“Di tempat itulah korban
ditusuk sebanyak 8 kali oleh pelaku,” ungkap Kompol Sukardi. Beruntung
nyawa korban dapat diselamatkan warga sekitar yang sempat melihat
kejadian tersebut. Oleh warga, korban dilarikan ke rumah sakit dan
hingga kini masih menjalani perawatan.
Kompol Sukardi menuturkan, pelaku telah menyiapkan pisau tersebut
untuk memberikan pelajaran kepada korban. AMN kini masih menjalani
pemeriksaan intensif di Unit PPA Polres Depok. “Pelaku akan dites
kejiwaan lantaran sudah merencanakan penusukan tersebut dengan membawa
pisau dari rumah,”paparnya. Guru SD Negeri Cinere 1 Andi Sodikman tidak
menyangka pelaku bisa bertindak seperti itu.Selama ini,siswanya itu
terlihat baik-baik saja.
Pelaku merupakan siswa baru di SD Negeri Cinere 1 lantaran baru
pindah dari Lampung Selatan sekitar enam bulan lalu. Dalam pandangan
psikolog dari Universitas Indonesia Bagus Takwin,kekerasan dan tindak
kriminalitas lainnya yang dilakukan anak di bawah umur bisa disebabkan
beragam faktor. Kendati begitu, faktor lingkungan menjadi pengaruh
terbesar anak di bawah umur melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Lingkungan itu bisa berasal dari rumah maupun sekolah.
“Untuk kasus kekerasan, bisa saja si anak itu mencontoh apa yang
dilakukan orang dewasa. Orang dewasa itu bisa dari kerabat, keluarga,
orang tua hingga tetangga. Namun, sekolah juga cukup berperan dalam hal
ini,” ujarnya saat dihubungi SINDOkemarin. Saat ini, dia menjelaskan,
banyak orang yang tidak memiliki kesadaran cukup untuk membantu
memberikan pemahaman tentang kekerasan terhadap anak-anak yang berada
di lingkungannya.
Padahal, anak-anak membutuhkan arahan dari siapa pun yang
dijumpainya soal kekerasan, apalagi jika kekerasan itu dilihat langsung
oleh si anak. Dia mencontohkan, jika saja seorang anak melihat atau
bahkan berada dalam situasi perkelahian, seharusnya siapa pun orang
dewasa yang berada di situ segera mengajak si anak untuk menghindarinya.
Bukan itu saja, setelah itu orang dewasa perlu menjelaskan mengapa
si anak itu harus menghindari perkelahian tersebut. “Faktor imitasi
menjadi poin penting.Pembiasaan yang tidak sengaja terjadi seharihari
saja terkadang luput dari perhatian. Misalnya, seorang anak memiliki
kebiasaan memukul barang saat merasa kesal. Namun hal ini didiamkan,
ini bisa menjadi pembenaran bagi si anak untuk melakukan itu terhadap
seseorang,” imbuhnya.
Adapun untuk tindak kriminalitas lainnya seperti pencurian, dia
mengungkapkan, kebanyakan anak-anak melakukan hal ini dengan motif
untuk kesenangan. Ini bisa terjadi karena anak-anak tidak dibiasakan
untuk diberi kesenangan sesuai dengan cara mereka. “Jadi pada intinya
yang harus dibenahi adalah aturan- aturan yang ada di lingkungan
masyarakat. Sosialisasi dari rumah dan sekolah tentang tidak patutnya
tindak kekerasan dan tindakan melawan hukum lainnya harus diberikan
sedini mungkin,” katanya.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am
Sholeh menegaskan,kasus penusukan oleh siswa SD di Depok merupakan
puncak dari salahnya pendidikan lingkungan dan keluarga. “Jelas saya
sangat prihatin dengan kasus ini mengingat usia setingkat dia sudah
berani melakukan ini,” katanya. Dia melanjutkan, untuk usia setingkat
itu, yang paling bertanggung jawab adalah orang tua ketika terjadi
pelanggaran hukum lantaran kasus tersebut merupakan problem pengasuhan
internal.
“Harusnya orang tua pelaku bertanggung jawab dan meminta maaf kepada
orang tua korban,”ujarnya. Dia menambahkan, perbuatan pidana yang
melibatkan anak di bawah umur juga butuh pendampingan khusus. Dengan
demikian tidak bisa menyalahkan langsung ke anaknya. “Kalau alasan
ekonomi yang meninggalkan anaknya sendiri tanpa pengawasan tentu bukan
suatu pembenaran,” tegasnya. Dia berharap ada toleransi hukum terhadap
kasus yang melibatkan anak di bawah umur.
pendapat :
menurut pendapat saya, seorang anak SD yang tega menusuk temannya dikarenakan kurangnya pengawasan dari orang tua. pemberian pendidikan keagamaan juga sangat penting agar sang anak sejak dini sudah dibekali ilmu aqidah dan ahlak yang baik.