1.1 Aspek Penalaran dalam Karangan
Penalaran (reasioning) adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses berpikir yang sistematik dalan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi, pengalaman, atau pendapat para ahli (otoritas).
Penalaran (reasioning) adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses berpikir yang sistematik dalan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi, pengalaman, atau pendapat para ahli (otoritas).
- Kegiatan
menulis sebagai proses bernalar
Menulis merupakan proses bernalar. Dimana pada saat kita
ingin menulis sesuatu tulisan baik itu dalam bentuk karangan atau pun yang
lainnya, maka kita harus mencari topiknya terlebih dahulu. Dan dalam mencari
suatau topik tersebut kita harus berfikir, maka pada saat kita berfikir tanpa
kita sadari kita sendiri telah melakukan proses penalaran karena saat berfikir
kita menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya
- Aspek
penalaran dalam sebuah karya tulis ilmiah
Menurut Minto Rahayu, (2007 : 35), “Penalaran
adalah proses berpikir yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan atau
pengetahuan yang bersifat ilmiah dan tidak ilmiah. Bernalar akan membantu
manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran
dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktifitas berpikir dan bertindak,
manusia mendasarkan diri atas prinsip penalaran. Bernalar mengarah pada
berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan keyakinan seseorang,
karena penalaran mendidik manusi bersikap objektif, tegas, dan berani, suatu
sikap yang dibutuhkan dalam segala kondisi”.
Dalam sumber yang sama, Minto Rahayu, (2007 : 35),
“Penalaran adalah suatu proses berpikir yang logis dengan berusaha
menghubung-hubungkan fakta untuk memperoleh suatu kesimpulan.Fakta adalah
kenyataan yang dapat diukur dan dikenali. Untuk dapat bernalar, kita harus
mengenali fakta dengan baik dan benar. Fakta dapat dikenali melalui pengamatan,
yaitu kegiatan yang menggunakan panca indera, melihat, mendengar, membaui,
meraba, dan merasa. Dengan mengamati fakta, kita dapat menghitung, mengukur,
menaksir, memberikan ciri-ciri, mengklasifikasikan, dan menghubung-hubungkan.
Jadi, dasar berpikir adalah klasifikasi”.
Sedangkan Widjono, (2007:209), mengungkapkan penalaran dalam
beberapa definisi, yaitu:
1) Proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi
dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan.
2) Menghubung-hubungkan fakta atau data sampai dengan
suatu simpulan.
3) Proses menganalisis suatu topik sehingga
menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru.
4) Dalam karangan terdiri dari dua variabel atau
lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji, membahas, atau menganalisis dengan
menghubungkan variabel yang dikaji sampai menghasilkan suatu derajat hubungan
dan simpulan.
5) Pembahasan suatu masalah sampai menghasilkan suatu
simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian baru.
Jadi, dari pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa penalaran adalah proses pemikiran yang logis untuk memperoleh
kesimpulan berdasarkan fakta yang relevan (sebenarnya). Atau dengan kata lain,
penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk menghasilkan dan
menarik kesimpulan.
b. Unsur Penalaran Penulisan Ilmiah
Menurut Widjono, (2007 : 210), unsur penalaran penulisan
ilmiah adalah sebagai berikut:
1) Topik yaitu ide sentral dalam bidang kajian
tertentu yang spesifik dan berisi sekurang-kurangnya dua variabel.
2) Dasar pemikiran, pendapat, atau fakta dirumuskan dalam
bentuk proposisi yaitu kalimat pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya
atau kesalahannya.
3) Proposisi, mempunyai beberapa jenis, antara lain:
a) Proposisi empirik yaitu proposisi berdasarkan
fakta.
b) Proposisi mutlak yaitu pembenaran yang tidak
memerlukan pengujian untuk menyatakan benar atau salahnya.
c) Proposisi hipotetik yaitu persyaratan huungan
subjek dan predikat yang harus dipenuhi.
d) Proposisi kategoris yaitu tidak adanya persyaratan
hubungan subjek dan predikat.
e) Proposisi positif universal yiatu pernyataan
positif yang mempunyai kebenaran mutlak.
f) Proposisi positif parsial yaitu pernyataan bahwa
sebagian unsur pernyataan tersebut bersifat positif.
g) Proposisi negatif universal, kebalikan dari
proposisi positif universal.
h) Proposisi negatif parsial, kebalikan dari
proposisi negatif parsial.
4) Proses berpikir ilmiah yaitu kegiatan yang dilakukan
secara sadar, teliti, dan terarah menuju suatu kesimpulan.
5) Logika yaitu metode pengujian ketepatan penalaran,
penggunaan argumen (alasan), argumentasi (pembuktian), fenomena, dan
justifikasi (pembenaran).
6) Sistematika yaitu seperangkat proses atau
bagian-bagian atau unsur-unsur proses berpikir ke dalam suatu kesatuan.
7) Permasalahan yaitu pertanyaan yang harus dijawab
(dibahas) dalam karangan.
8) Variabel yaitu unsur satuan pikiran dalam sebuah topik
yang akan dianalisis.
9) Analisis (pembahasan, penguraian) dilakukan dengan
mengidentifikasi, mengklasifikasi, mencari hubungan (korelasi), membandingkan,
dan lain-lain.
10) Pembuktian (argumentasi) yaitu proses pembenaran bahwa
proposisi itu terbukti kebenarannya atau kesalahannya. Pembuktian ini harus
disertai dukungan yang berupa: metode analisis baik yang bersifat manual maupun
yang berupa software. Selain itu, pembuktian didukung pula dengan data yang
mencukupi, fakta, contoh, dan hasil analisis yang akurat.
11) Hasil yaitu akibat yang ditimbulkan dari sebuah analisis
induktif atau deduktif.
12) Kesimpulan (simpulan) yaitu penafsiran atas hasil
pembahasan, dapat berupa implikasi atau inferensi.
1.2 Penalaran Induktif
- Pengertian
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari
hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum (Kamus Umum
Bahasa Indonesia, hal 444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Metode berpikir induktif dimana cara berpikir dilakukan
dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus
yang bersifat individual. Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang yang kusus dan terbatas
dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat
umum.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum
(filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita
kepada sebuah permasalahan mengenai benyaknya kasus yang harus kita amati
sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.
Misalnya, jika kita ingin mengetahui berapa penghasilan
rata-rata perbulan petani kelapa sawit di Kabupaten paser, lantas bagaimana
caranya kita mengumpulkan data sampai pada kesimpulan tersebut. Hal yang paling
logis adalah melakukan wawancara terhadap seluruh petani kelapa sawit yang ada
di Kabupaten Paser. Pengumpulan data seperti ini tak dapat diragukan lagi akan
memberikan kesimpulan mengenai penghasilan rata-rata perbulan petani kelapa
sawit tersebut di Kabupaten Paser, tetapi kegiatan ini tentu saja akan
menghadapkan kita kepada kendala tenaga, biaya, dan waktu.
Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik
tolak dari sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai
hukum ilmiah, menurut Herbert L. Searles (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 1996 :
91-92), diperlukan proses penalaran sebagai berikut :
1. Langkah pertama adalah mengumpulkan
fakta-fakta khusus.
Pada langkah ini, metode yang digunakan adalah observasi dan
eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, sedangkan eksperimen
dilakukan untuk membuat atau mengganti obyek yang harus dipelajari.
2. Langkah kedua adalah perumusan hipotesis.
Hipotesis merupakan dalil atau jawaban sementara yang
diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi
penelitian lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat, diantaranya
dapat diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai dengan dalil-dalil yang
dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan fokus kajian.
3. Langkah ketiga adalah mengadakan verifikasi.
Hipotesis merupakan perumusan dalil atau jawaban sementara
yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga diperbandingkan
dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum. Proses verifikasi adalah
satu langkah atau cara untuk membuktikan bahwa hipotesis tersebut merupakan
dalil yang sebenarnya. Verifikasi juga mencakup generalisasi untuk menemukan
dalil umum, sehingga hipotesis tersebut dapat dijadikan satu teori.
4. Langkah keempat adalah perumusan teori dan
hukum ilmiah berdasarkan hasil verifikasi.
Hasil akhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah
terbentuknya hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi adalah oleh induksi ialah
untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin
semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis
bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal.
Maka, untuk diterapkan bagi semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang
derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi.
- Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari
sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk menarik kesimpulan mengenai
semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa itu. Generalisasi diturunka dari
gejala-gejala khusus yang diperoleh melalui pengalaman, observasi, wawancara,
atau studi dokumentasi. Sumbernya dapat berupa dokumen, statistik, kesaksian, pendapat
ahli, peristiwa-peristiwa politik, sosial ekonomi atau hukum. Dari berbagai
gejala atau peristiwa khusus itu, orang membentuk opini, sikap, penilaian,
keyakinan atau perasaan tertentu.
Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara generalisasi
adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan pengalaman, seorang ibu dapat membedakan atau
menyimpulkan arti tangisan bayinya, sebagai ungkapan rasa lapar atau haus,
sakit atau tidak nyaman.
2) Berdasarkan pengamatannya, seorang ilmuwan menemukan
bahwa kambing, sapi, onta, kerbau, kucing, harimau, gajah, rusa, kera adalah
binatang menyusui. Hewan-hewan itu menghasilkan turunannya melalui kelahiran.
Dari temuannya itu, ia membuat generalisasi bahwa semua binatang menyusui
mereproduksi turunannya melalui kelahiran.
Salah nalar ini terjadi karena kurangnya data yang dijadikan
dasar generalisasi, sikap menggampangkan, malas mengumpulkan dan menguji data
secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan bahan yag
terbatas. Paling tidak ada dua kesalahan generalisasi yang muncul:
a. Generalisasi sepintas (Hasty or sweeping generalization)
Kesalahan terjadi karena penulis membuat generalisasi
berdasarkan data atau evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius akan sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar, karena kejeniusan atau
tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan
belajar anak. Karena masih banyak faktor penentu lain yang teribat seperti:
motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan belajar, dan
sebagainya.
b. Generalisasi apriori
Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis melakukan
generalisasi atas gejala atau peristiwa yang belum diuji kebenaran atau
kesalahannya. Kesalahan corak penalaran ini sering ditimbulkan oleh prasangka.
Karena suatu anggota dari suatu suatu kelompok, keluarga, ras atau suku, agama,
negara, organisasi, dan pekerjaan atau profesi, melakukan satu atau beberapa
kesalahan, maka semua anggota kelompok itu disimpulkan sama.
Contoh: Semua pejabat pemerintah korup; Para remaja sekarang
rusak moralnya; Zaman sekarang, tidak ada orang berbuat tanpa pamrih; dan
sebagainya.
- Analogi
Analogi adalah suatu proses yag bertolak dari peristiwa atau
gejala khusus yang satu sama lain memiliki kesamaan untuk menarik sebuah
kesimpulan. Karena titik tolak penalaran ini adalah kesamaan karakteristik di
antara dua hal, maka kesimpulannya akan menyiratkan ”Apa yang berlaku pada satu
hal, akan pula berlaku untuk hal lainya”. Dengan demikian, dasar kesimpula yang
digunakan merupakan ciri pokok atau esensial dari dua hal yang dianalogikan.
Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara analogi
adalah sebagai berikut:
1) Dalam riset medis, para peneliti mengamati berbagai efek
dari bermacam bahan melalui eksperimen binatang seperti tikus dan kera, yang
dalam beberapa hal memiliki kesamaan karakter anatomis dengan manusia. Dari
kajian itu, akan ditarik kesimpulan bahwa efek bahan-bahan uji coba yang
ditemukan pada binatang juga akan terjadi pada manusia.
2) Dr. Maria C. Diamond, seorang profesor anatomi dari
University of California tertarik untuk meneliti pengaruh pil kontrasepsi
terhadap pertumbuha cerebral cortex wanita, sebuah bagian otak yang mengatur
kecerdasan. Dia menginjeksi sejumlah tikus betina dengan sebuah hormon yang
isinya serupa dengan pil. Hasilnya tikus-tikus itu memperlihatkan pertumbuhan
yang sangat rendah dibandingkan dengan tikus-tikus yang tidak diberi hormon
itu. Berdasarkan studi itu, Dr. Diamond menyimpulkan bahwa pil kontrasepsi
dapat menghambat perkembangan otak penggunanya.
Dalam contoh penelitian tersebut, Dr. Diamond menganalogikan
anatomi tikus dengan manusia. Jadi apa yang terjadi pada tikus, akan terjadi
pula pada manusia.
Kerancuan analogi disebabkan karena penggunaan analogi yang
tidak tepat. Dua hal yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan esensial
(pokok).
Contoh:
”Negara adalah kapal yang berlayar menuju tanah harapan.
Jika nahkoda setiap kali harus meminta anak buahnya dalam menentukan arah
berlayar, maka kapal itu tidak akan kunjung sampai. Karena itu demokrasi
pemerintahan tidak diperlukan, karena menghambat.”
- Hubungan
Kausal ( Sebab Akibat )
Penalaran induktif dengan melalui hubungan kausal (sebab
akibat) merupakan penalaran yang bertolak dari hukum kausalitas bahwa semua
peristiwa yang terjadi di dunia ini terjadi dalam rangkaian sebab akibat. Tak
ada suatu gejala atau kejadian pun yang muncul tanpa penyebab.
Cara berpikir seperti itu sebenarnya lazim digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam dunia ilmu pengetahuan.
Contoh:
1) Ketika seorang ibu melihat awan tebal menggantung, dia
segera memunguti pakaian yang sedang dijemurnya. Tindakannya itu terdorong oleh
pengalamannya bahwa mendung tebal (sebab) adalah pertanda akan turun hujan
(akibat).
2) Seorang petani menanam berbagai jenis pohon
dipekarangannya, tanaman tersebut dia sirami, dia rawat dan dia beri pupuk.
Anehnya, tanaman itu bukannya semakin segar, melainkan layu bahkan mati.
Tanaman yang mati dia cabuti. Ia melihat ternyata akar-akarnya rusak da
dipenuhi rayap. Berdasarkan temuannya itu, petani tersebut menyimpulkan bahwa
biang keladi rusaknya tanaman (akibat) adalah rayap (sebab).
Kekeliruan kasualitas terjadi karena kekeliruan menentukan
sebab.
Contoh:
a. Saya tidak bisa berenang, karena tidak ada satupun
keluarga saya yang dapat berenang.
b. Saya tidak dapat mengerjakan ujian karena lupa tidak
sarapan
1.3 Penalaran Deduktif
- Pengertian
Penalaran deduksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak
dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori atau keyakinan) menuju hal-hal
khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu, ditariklah kesimpulan tentang
hal-hal khusus yang merupakan bagian dari kasus atau peristiwa khusus itu.
Contoh :
Semua makhluk hidup akan mati
Manusia adalah makhluk hidup
Karena itu, semua manusi akan mati.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa proses penalaran
itu berlangsung dalam tiga tahap.
Pertama, generalisasi sebagai pangkal bertolak (pernyataan
pertama merupakan generalisasi yang bersumber dari keyakina atau pengetahuan
yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya.
Kedua, penerapan atau perincian generalisasi melalui kasus
atau kejadian tertentu.
Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku bagi kasus atau
peristiwa khusus itu.
Penalaran deduktif dapat dilakukan dengan dua cara:
- Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan
dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan
yang merupakan proposisi yang ketiga. Proposisi merupakan pernyataan yang dapat
dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung
didalamnya.
Dari pengertian di atas, silogisme terdiri atas tiga bagian
yakni: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Yang dimaksud dengan premis
adalah proposisi yang menjadi dasar bagi argumentasi. Premis mayor mengandung
term mayor dari silogisme, merupakan geeralisasi atau proposisis yang dianggap
bear bagi semua unsur atau anggota kelas tertentu. Premis minor mengandung term
minor atau tengah dari silogisme, berisi proposisi yang mengidentifikasi atau
menuntuk sebuah kasus atau peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu.
Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan bahwa apa yang berlaku bagi seluruh
kelas, akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.
Contoh:
Premis mayor : Semua cendekiawan adalah pemikir
Premis minor : Habibie adalah cendekiawan
Kesimpulan : Jadi, Habibie adalah pemikir.
- Entinem
Silogisme sebagai suatu cara untuk menyatakan pikiran
tampaknya bersifat artifisial. Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme
itu muncul hanya dengan dua proposisi, salah satunya dihilangkan. Walaupun
dihilangkan, proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran, dan dianggap
diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam ini dinamakan entimem yang
berarti ‘simpan dalam ingatan’ dalam bahasa yunani. Dalam tulisan-tulisan
bentuk inilah yang dipergunakan, dan bukan bentuk yang formal seperti
silogisme.
Contoh :
- Premis
mayor : Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup
adalah Seorang pemain kawakan.
- Premis
minor : Rudy Hartono terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas
Cup.
- Konklusi
: Sebab itu Rudy Hartono adalah seorang
pemain (bulu tangkis) kawakan.
- Entimem
: Rudy hartono adalah seorang pemain
bulu tangkis kawakan, karena terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas
Cup.